1NAMA : RINDY AGUSTIN
NPM : 25210987
KELAS :3EB21
.
1. Bahasa menunjukkan bangsa
Dalam konteks Indonesia dan berbagai hal yang menyangkut keindonesiaan, pengaji ulangan terhadap “butir mutiara” itu akan tetap penting dan selalu relevan, terutama sehubungan dengan ciri keindonesiaan yang multi-etnis, multikultural, dan (yang berakibat pada) multi-lingual.
Dua hal yang menyangkut perilaku bahasa :
Dalam konteks Indonesia dan berbagai hal yang menyangkut keindonesiaan, pengaji ulangan terhadap “butir mutiara” itu akan tetap penting dan selalu relevan, terutama sehubungan dengan ciri keindonesiaan yang multi-etnis, multikultural, dan (yang berakibat pada) multi-lingual.
Dua hal yang menyangkut perilaku bahasa :
·
Pertama, pada saat kita berbahasa Indonesia
seharusnya kita menggunakannya sedemikian rupa sehingga jati diri kita sebagai
bangsa Indonesia tetap tampak dan terjaga.
·
Kedua,pada saat kita menggunakan bahasa daerah,
hendaknya bahasa daerah yang kita gunakan itu juga mencerminkan jati diri
keetnisan kita masing-masing.
Dengan kata lain, jati diri sebagai bangsa
ataupun suku bangsa/kelompok etnis perlu ditampilkan dalam setiap pandangan,
sikap, dan perbuatan yang salah satu bentuk pengungkapannya adalah perilaku
berbahasa.
2. Pemahaman kita terhadap jati diri bangsa
lazim menggunakan konsep kebudayaan (dalam arti seluas-luasnya) sebagai
kerangka acuan.
Apabila jati diri itu diukur dengan menggunakan parameter perilaku berbahasa, maka konsep kebudayaan itu perlu difokuskan pada seberapa jauh acuan yang lazim disebut faktor sosial budaya. Dampak faktor sosial budaya terhadap perilaku berbahasa ini, seharusnya tidaklah semata-mata persoalan yang diakibatkan oleh pemakaian bahasa Indonesia dan bahasa daerah kelompok etnisnya yang sangat dipengaruhi dan diwarnai oleh hubungan emosional yang bersangkutan terhadap kedua jenis bahasa itu.
Apabila jati diri itu diukur dengan menggunakan parameter perilaku berbahasa, maka konsep kebudayaan itu perlu difokuskan pada seberapa jauh acuan yang lazim disebut faktor sosial budaya. Dampak faktor sosial budaya terhadap perilaku berbahasa ini, seharusnya tidaklah semata-mata persoalan yang diakibatkan oleh pemakaian bahasa Indonesia dan bahasa daerah kelompok etnisnya yang sangat dipengaruhi dan diwarnai oleh hubungan emosional yang bersangkutan terhadap kedua jenis bahasa itu.
3. Melalui
butir ke-3 Sumpah Pemuda 1928
Bahasa Melayu telah di angkat sebagai
bahasa persatuan bahasa Indonesia dengan nama bahasa Indonesia. Meskipun
sesungguhnya butir ke-3 Sumpah Pemuda itu merupakan pernyataan bersifat
politis.
-
Bahasa
Indonesia bahkan mempunyai kedudukan yang lain, yaitu sebagai bahasa negara
(Pasal 36 UUD 1945).
-
Yang penting dalam hal ini adalah penjelasanya
yang menyebutkan bahwea bahasa-bahasa daerah yang dipelihara secara baik-baik
oleh rajyatnya akan dihormati dan dipelihara juga oleh negara. Selain itu,
disebutkan juga bahwa bahasa-bahsa daerah itu juga merupakan sebagian kebudayaan
Indonesia yang hidup.
-
Secara sederhana hal itu dapat diartikan bahwa
bahasa daerah yang bersangkutan digunakan sebagai alat perhubungan dalam
lingkungan keluarga dan masyarakat daerahnya.
4. Upaya mencerdaskan kehidupan berbangsa, perlu terus dilakukan dalam berbagai sektor
kehidupan dengan mengoptimalkan potensi dan pemanfaatan bahasa Indonesia
sebagai bahsa negar. Pengoptimalan potensi bahasa Indonesia mengandung makna
ganda, yaitu pemantapan norma bahsa yang dibarengi pemerkayaan kosakata berikut
istilahnya. Diupayakan melalui pemanfataan sumber-sumber di luar bahasa
Indonesia, baik yang terdapat dalam bahasa daerah maupun bahasa asing.
Melalui pemantapan norma bahsa dan pemerkayaan kosakata serta istilahnya itu, bahasa Indonesia diharapkan tetap berperan sebagai alat pengungkap yang efektif untuk berbagai pikiran, pandangan, dan konsep. Pemerkaya kosakata dan istilah bahasa Indonesia merupakan proses yang sudah sangat alamiah sifatnya dalamsetiap peristiwa kontak bahasa. Yang perlu diupayakan ialah agar bahasa yang berstatus lemah menggali dan memanfaatkan sumber-sumber kekayaan bahasa yang berstatus kuat untuk kepentingan diri nya tanpa harus mengorbankan identitas atau jati dirinya. Adapun istilah dan kata yang sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia harus kita hindari pemakaiannya karena hall itu akan mengotori atau mencemari ciri keindonesiaan bahasa persatuan dan bahsa negara kita. Pemantapan norma bahsa dan pemerkayaan kosakata berikut peristilahannya itu harus diupayakan tanpa harus mengorbankan ciri keindonesiaan bahasa indonesia sebagai lambang jati diri bangsa.
Melalui pemantapan norma bahsa dan pemerkayaan kosakata serta istilahnya itu, bahasa Indonesia diharapkan tetap berperan sebagai alat pengungkap yang efektif untuk berbagai pikiran, pandangan, dan konsep. Pemerkaya kosakata dan istilah bahasa Indonesia merupakan proses yang sudah sangat alamiah sifatnya dalamsetiap peristiwa kontak bahasa. Yang perlu diupayakan ialah agar bahasa yang berstatus lemah menggali dan memanfaatkan sumber-sumber kekayaan bahasa yang berstatus kuat untuk kepentingan diri nya tanpa harus mengorbankan identitas atau jati dirinya. Adapun istilah dan kata yang sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia harus kita hindari pemakaiannya karena hall itu akan mengotori atau mencemari ciri keindonesiaan bahasa persatuan dan bahsa negara kita. Pemantapan norma bahsa dan pemerkayaan kosakata berikut peristilahannya itu harus diupayakan tanpa harus mengorbankan ciri keindonesiaan bahasa indonesia sebagai lambang jati diri bangsa.
5. Kecendrungan
sosiolinguistik yang senantiasa bergerak mengikuti perubahan sosial budaya,
bila dihubungkan dengan pemakaian bahsa Indonesia dan bahasa daersh, akan
tetapi jelas memperlihatkan perbedaan peran di antara kedua jenis bahasa itu.
Kita dapat pula menentukan dan menarik garis pembatas yang transparan dalam
pemakaian bahasa Indonesia dan bahsa daerah dengan tolok ukur sikap batin,
hubungan emosional, dan tingkay keakraban yang sesuai untuk jenis bahasa yang
akan digunakan.
6. Fenomena kebahasaan yang menarik diamati,
ialah adanya semacam tarik-menarik antara ciri keindonesiaan dan ciri kedaerahan pada diri seseorang yang sedang berbahasa Indonesia di depan khalayak umum. Ketiga aspek yang telah disebutkan, yaitu :
ialah adanya semacam tarik-menarik antara ciri keindonesiaan dan ciri kedaerahan pada diri seseorang yang sedang berbahasa Indonesia di depan khalayak umum. Ketiga aspek yang telah disebutkan, yaitu :
-
sikap batin,
-
hubungan emosional, dan
-
keakraban menentukan kecenderungan berbahasa
yang pada dasarnya akan menentukan bersangkutan lebih condong kepada ciri
keindonesiaan atau ciri kedaerahanya.
7. Semua pihak yang harus mengambil posisi dan
peran yang cocok , untuk menerjemahkan butir ke-3 Sumpah Pemuda 1928. Para
ahli bahasa berkewajiban mengembangkan bahasa Indonesia sebagai sarana
komunikasi yang mantap dan modern. Para guru, wartawan, pengarang, dan tokoh
masyarakat serta pejabat negara perlu menyadari dirinya sebagai tokoh yang akan
diteladani oleh masyarakat luas dalam hal bebahasa. Sementara itu, masyarakat
umum diharapkan untuk memperlihatkan sikapnya yang positif terhadap bahasa Indonesia.
http://hatmanbahasa.wordpress.com/2010/05/30/bahasa-sebagai-jati-diri-bangsa
http://hatmanbahasa.wordpress.com/2010/05/30/bahasa-sebagai-jati-diri-bangsa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar