Nama : Rindy Agustin
Npm : 25210987
Kelas : 4 eb 21
Sekilas
Tentang Perpajakan Internasional
Jurnal
Pajak & Akuntansi Perpajakan Internasional
Tujuan
Kebijakan Perpajakan Internasional
Untuk
memajukan perdagangan antar negara, mendorong laju investasi di masing-masing
negara, pemerintah berusaha untuk meminimalkan pajak yang menghambat
perdagangan dan investasi tersebut. Salah satu upaya untuk meminimalkan beban
tersebut adalah dengan melakukan penghindaraan pajak berganda internasional.
Teori
Apakah
prinsip-prinsip yang harus dipahami dalam perpajakan internasional?
Doernberg
(1989) menyebut 3 unsur netralitas yang harus dipenuhi dalam kebijakan
perpajakan internasional:
1.
Capital Export Neutrality (Netralitas Pasar Domestik): Kemanapun kita
berinvestasi, beban pajak yang dibayar haruslah sama. Sehingga tidak ada
bedanya bila kita berinvestasi di dalam atau luar negeri. Maka jangan sampai
bila berinvestasi di luar negeri, beban pajaknya lebih besar karena menanggung
pajak dari dua negara. Hal ini akan melandasi UU PPh Psl 24 yang mengatur
kredit pajak luar negeri.
2.
Capital Import Neutrality (Netralitas Pasar Internasional): Darimanapun
investasi berasal, dikenakan pajak yang sama. Sehingga baik investor dari dalam
negeri atau luar negeri akan dikenakan tarif pajak yang sama bila berinvestasi
di suatu negara. Hal ini melandasi hak pemajakan yang sama denagn Wajib Pajak
Dalam Negeri (WPDN) terhadap permanent establishment (PE) atau Badan Uasah
Tetap (BUT) yang dapat berupa cabang perusahaan ataupun kegiatan jasa yang
melewati time-test dari peraturan yang berlaku.
3.
National Neutrality: Setiap negara, mempunyai bagian pajak atas penghasilan
yang sama. Sehingga bila ada pajak luar negeri yang tidak bisa dikreditkan
boleh dikurangkan sebagai biaya pengurang laba.
Hasil
atau Isi
Mengapa
terjadi perpajakan berganda internasional?
Perpajakan
berganda terjadi karena benturan antar klaim perpajakan. Hal ini karena adanya
prinsip perpajakan global untuk wajib pajak dalam negeri (global principle)
dimana penghasilan dari dalam luar negeri dan dalam negeri dikenakan pajak oleh
negara residen (negara domisili wajib pajak). Selain itu, terdapat pemajakan
teritorial (source principle) bagi wajib pajak luar negeri (WPLN) oleh negara
sumber penghasilan dimana penghasilan yang bersumber dari negara tersebut
dikenakan pajak oleh negara sumber. Hal ini membuat suatu penghasilan dikenakan
pajak dua kali, pertama oleh negara residen lalu oleh negara sumber Misalnya:
PT A punya cabang di Jepang. Penghasilan cabang di jepang dikenakan pajak oleh
fiskus Jepang. Lalu di Indonesia penghasilan itu digabung dengan penghasilan
dalam negeri lalu dikalikan tarif pajak UU domestik Indonesia.
Bentokran
klaim lebih diperparah bila terjadi dual residen, dimana terdapat dua negara
sama-sama mengklaim seorang subjek pajak sebagi wajib pajak dalam negerinya
yang menyebabkan ia terkena pemajakan global dua kali. Misalnya: Mr. A bekerja
di Indonesia lebih dari 183 hari namun setiap sabtu dan minggu ia pulang ke
rumahnya di Singapura. Mr. A dianggap WPDN oleh Indonesia dan juga Singapura
sehingga untuk wajib melapor dan membayar pajak untuk penghasilan globalnya
pada Indonesia maupun Singapura.
Apa saja
upaya untuk menghindari perpajakan berganda internasional?
1.
Tax Treaty (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda/P3B): yaitu perjanjian
antara 2 negara untuk menghindari pajak berganda untuk memajukan investasi
antara 2 negara tersebut. Untuk active income, Biasanya negara sumber hanya
berhak memajaki penghasilan dari cabang (BUT) dan penghasilan dari aset tak
bergerak yang berhasil dari negara sumber tersebut. Bila ekspor-impor biasa
tanpa BUT maka negara sumber tidak bisa memajaki. Penghasilan pegawai hanya
boleh dipajaki bila melewati time-test atau dibayar oleh WPDN ataupun BUT.
Untuk passive income seperti deviden, bunga dan royalti, kedua negara berhak
memajaki namun terdapat pengurangan tarif.
2.
Kredit Pajak Luar Negeri: Yaitu jumlah pajak yang dibayarkan di luar negeri
dapat dijadikan pengurang pajak penghasilan secara keseluruhan. Di Indonesia
diatur dalam UU PPh pasal 24. Dimana kredit pajak luar negeri hanya sebatas:
Penghasilan LN/(Semua penghasilan LN dan DN) x PPh terutang untuk semua
penghasilan
Apa saja
masalah-masalah dalam perpajakan internasional?
1.
Transfer Pricing: Kegiatan ini adalah mentransfer laba dari dalam negeri ke
perusahaan dengan hubungan istimewa di negara lain yang tarif pajaknya lebih
rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan membayar harga penjualan yang lebih
rendah dari harga pasar, membiayakan biaya-biaya lebih besar daripada harga
yang wajar, thin capitalization (memperbesar utang dengan beban bunga untuk
mengurangi laba). Misalnya: tarif pajak di Indonesia 28%, di Singapura 25%. PT
A punya anak perusahaan B Ltd di Singapura, maka laba di PT A dapat digeser ke
B Ltd yang tarifnya lbh kecil dengan cara B LTd meminjamkan uang dengan bunga
yang besar, sehingga laba PT A berkurang, memang pendapatan B Ltd bertambah
namun tarif pajaknya lebih kecil. Hal bisa juga dilakukan dengan PT A menjual
rugi (mark down) barang dan jasa (harga jual di bawah ongkos produksinya) ke B
Ltd. Di Indonesia, transfer pricing dicegah dalam UU PPh pasal 18 dimana pihak
fiskus berhak mengkoreksi harga transaksi, penghitungan utang sebagai modal dan
DER (Debt Equity Ratio).
2.
Treaty Shopping: Fasilitas di tax treaty justru bukannya menghindarkan pajak
berganda namun malah memberi kesempatan bagi subjek pajak untuk tidak dikenakan
pajak dimana-mana. Misalnya: Investasi SBI di bursa singapura dibebaskan pajak.
Treaty Shopping diredam dengan ketentuan beneficial owner (penerima manfaat)
dalam tax treaty (P3B) baik yang memakai model OECD maupun PBB sehingga tax
treaty hanya berlaku bila penerima manfaat yang sebenarnya adalah residen di
negara yang menandatangani tax treaty.
3.
Tax Heaven Countries: Negara-negara yang memberikan keringanan pajak secara
agresif seperti tarif pajak rendah, pengawasan pajak longgar telah membuat
penerimaan pajak dari negara-negara berkembang merosot tajam. Negara tax heaven
yang termasuk dalam KMK No.650/KMK04/1994 antara
lain Argentina, Bahrain, Saudi Arabia, Mauritius, Hongkong, Caymand Island,
dll. Saat ini negara tax heaven sedang dimusuhi dunia internasional, pengawasan
tax avoidance (penghindaran pajak) di negara-negara tersebut sedang
gencar-gencarnya. Berinvestasi di negara tax heaven beresiko besar terkena
koreksi UU PPh Pasal 18. Lebih baik berinvestasi pada negara dengan tax treaty.
Analisis
Hasil Jurnal
Perpajakan
Internasional merupakan alat untuk mengetahui perbedaan pajak dalam negeri dan
memajukan perdagangan antar negara, mendorong laju investasi di masing-masing
negara, pemerintah berusaha untuk meminimalkan pajak yang menghambat
perdagangan dan investasi tersebut. Ada beberapa prinsip-prinsip yang harus
dipahami dalam Perpajakan Internasional menurut Doernberg (1989) menyebut 3
unsur netralitas yang harus dipenuhi dalam kebijakan perpajakan internasional
yaitu Capital Export Neutrality (Netralitas Pasar Domestik), Capital Import
Neutrality (Netralitas Pasar Internasional) dan National Neutrality.
Sumber
Prof.
Gunadi. 2007. Pajak Internasional. LPFEUI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar